MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA
Disusun Oleh:
KELOMPOK 6
1.
ANISA YULIANI
2.
KELVIN MUHAMAD YUSRON
3.
MUTIA KHAMZA HANAFI
4.
SEPTIAN MUHAMAD HANUR
5.
SILMIA SUNIARIZKI
KELAS : IX G
SMP NEGERI 41 BANDUNG
JALAN ARJUNA NO.18
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
tugas ini.
Dalam
pembuatan tugas ini, banyak kesulitan yang kami alami terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan sumber-sumber
info yang masih terbilang terbatas. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari
semua pihak akhirnya tugas ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan tugas ini, khususnya
para rekan-rekan.Terimakasih juga tak lupa saya haturkan kepada Ibu Guru Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan saya tugas ini. Semoga
tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tak
ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan tugas yang kami buat ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami memohon maaf
apabila ada kekurangan ataupun kesalahan. Kritik dan saran sangat diharapkan agar tugas ini menjadi lebih baik serta
berdaya guna dimasa yang akan datang.
Bandung, September 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah 1
B.
Perumusan Masalah 1
C.
Tujuan Penulisan 1
BAB II ISI
A. Sejarah Perkembangan Islam di
Nusantara 2
B. Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara 2
C. Proses penyebaran Islam di Nusantara 5
D. Penyebaran Menurut Wilayah 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Makalah
Sejak zaman
pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang
sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute
pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di
daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa
kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi
yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan
penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal
dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para
pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad
ke-1 dan 7 M sering disinggahi pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan
Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula
para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan
menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama
Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan
kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum
tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.
1.2
Perumusan Masalah
a. Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara?
b. Apa saja Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara?
c. Bagaimana Proses Penyebaran Islam di Nusantara?
d. Proses Penyebaran Islam di Wilayah?
1.3 Tujuan
Penulisan
a. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Islam di
Nusantara.
b. Mengetahui dan mengenal Kerajaan-Kerajaan Islam di
Nusantara.
c. Untuk mengetahui Proses Penyebaran Islam di
Nusantara.
d. Mengetahui Poses Penyebaran Islam di Nusantara
BAB II
ISI
A. SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA
Islam datang ke Nusantara melalui
perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik, tasawuf dan kesenian. Berdasarkan
berita Cina dari zaman Dinasti Tang, Islam masuk ke Indonesia sekitar abad
ke-7. Berita itu menyebutkan adanya serangan orang-orang Ta shish terhadap Kerajaan
Ho-Ling yang pada waktu itu diperintah oleh Ratu Sima. Ta shih ini ditafsirkan
sebagai orang-orang Arab. Hal itu diperkuat oleh berita Jepang (784 M) yang
menyebutkan tentangadanya perjalanan pendeta Kanshih.Pendapat yang menyatakan
Islam masuk ke Nusantara sekitar abad
ke-13 didasarkan pada berita Marcopolo (1292 M) dan berita Ibnu Battutah (abad
ke-14). Adanya batu nisan makam Sultan Malik As Saleh (1297), penyebar-an
ajaran tasawuf (abad ke-13), dan keruntuhan Dinasti Abbasiyah (1258 M). Dari bukti-bukti
itu bahwa Islam sudah masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7 Masehi yang mencapai
perkembangannya pada abad ke-13. Hal itu ditandai dengan adanya
kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Indonesia.
B. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai merupakan
kerajaan Islam pertama, didirikan oleh Malik As-Saleh. Kerajaan ini terletak di
Lhok Seumawe Aceh Utara di daerah Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan
dan pelayaran internasional. Pada masa pemerintahan Malik As-Saleh, Kerajaan
Samudra Pasai berkembang menjadi bandar pelabuhan besar yang banyak didatangi
oleh pedagang dari berbagai daerah, seperti India, Gujarat, Arab, dan Cina.
Dalam perkembangannya setelah Malik As-Saleh wafat pada 1927, kegiatan
pemerintahan dilanjutkan oleh putranya, yaitu Sultan Muhamad Malik Al-Taher
(1927 – 1326), Sultan Ahmad, dan Sultan Zainul Abidin.
2. Kerajaan Malaka
Pendiri Kerajaan Malaka adalah Iskandar
Syah. Kerajaan ini letaknya berhadapan dengan Selat Malaka sehingga sangat strategis
karena letaknya tersebut, kerajaan ini sering kali menjadi tempat persinggahan
para pedagang Islam yang berasal dari berbagai negara. Selain Iskandar Syah,
terdapat beberapa raja yang sempat memimpin Kerajaan Malaka, di antaranya
sebagai berikut.
a. Muhammad Iskandar Syah (1414-1424).
b. Sultan Mudzafat Syah dan Sultan Mansur Syah (1458-1477).
c. Sultan Alaudin Syah yang (1477-1488).
d. Sultan Mahmud Syah (1488-151).
Kerajaan Malaka banyak dikunjungi
oleh para pedagang dari Gujarat, Cina, Arab, Persia, dan negara lainnya
sehingga kerajaan ini memanfaatkannya untuk meningkatkan kegiatan ekonominya.
Karena kemajuannya dalam perdagangan, Kerajaan Malaka mampu mengalahkan
kemajuan Kerajaan Samudra Pasai.
3.
Kerajaan Demak
Kerajaan
Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah
(1478). Raden Patah adalah putra Raja Majapahit Brawijaya, dengan ibu keturunan
Champa (perbatasan dengan Kamboja dan Vietnam). Kebudayaan masyarakat Demak bercorak
Islam yang terlihat dari banyaknya masjid, makam-makam, kitab suci Al-Qur’an,
ukir-ukiran berlanggam (bercorak) Islam, dan sebagainya. Sampai-sampai sekarang
Demak dikenal sebagai pusat pendidikan dan penyebaran agama Islam di Jawa
Tengah. Bahkan, dalam sejarah Indonesia, Demak dikenal sebagai pusat daerah
budaya Islam di Pulau Jawa.
4.
Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan
Mataram Islam berdiri berkat perjuangan dari Ki Ageng Pemanahan yang meninggal
pada 1575. Setelah meninggal, digantikan oleh anaknya Sutawijaya (Senopati Ing
Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah). Pada masanya, Kerajaan Mataram terus
berkembang dan menjadi kerajaan terbesar di Jawa. Wilayahnya berkembang seputar
Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon, dan sebagian Priangan.
Setelah
meninggal pada tahun 1601, Sutawijaya digantikan oleh Mas Jolang atau
Panembahan Seda Ing Krapyak (1601-1613). Selanjutnya, diteruskan oleh anak Mas
Jolang yaitu Raden Mas Martapura karena sering sakit-sakitan, Raden Mas
Martapura digantikan oleh anak Mas Jolang yang lain, yaitu Raden Mas Rangsang yang
dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645). Pada masa Sultan Agung inilah
Mataram mengalami puncak kejayaan.
Dalam
perkembangan selanjutnya, Kerajaan Mataram terpecah belah sehingga berubah
menjadi kerajaan kecil. Perpecahan disebabkan adanya gejolak politik di
daerah-daerah kekuasaan Mataram dan peran serta VOC dan penguasa Belanda yang
menginginkan menguasai tanah Jawa.
Dalam
Perjanjian Giyanti (1755) disebutkan bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua
wilayah kerajaan sebagai berikut.
a.
Daerah Kesultanan Yogyakarta yang disebut Ngayogyakarta Hadiningrat dengan
Mangkubumi sebagai rajanya dan bergelar Hamengkubuwono.
b.
Daerah Kasuhunan Surakarta yang diperintah oleh Pakubuwono.
Akibat
Perjanjian Salatiga peranan Belanda dalam pemerintahan Mataram semakin jauh
sehingga pada 1913 Mataram akhirnya terpecah menjadi empat keluarga raja yang
masing-masing memiliki kekuasaan, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasuhunan
Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran.
5.
Kerajaan Cirebon
Kerajaan
ini lahir pada abad ke-16. Pada abad tersebut, daerah Cirebon berkembang
menjadi pelabuhan ramai dan menjadi pusat perdagangan di pantai utara Jawa
Barat. Majunya kegiatan perdagangan juga mendorong proses islamisasi semakin
berkembang sehingga Sunan Gunung Jati membentuk kerajaan Islam Cirebon. Dengan
terbentuknya kerajaan Islam Cirebon, maka Cirebon menjadi pusat perdagangan dan
pusat penyebaran Islam di Jawa Barat.
6.
Kerajaan Banten
Pendiri
Kerajaan Banten adalah Sunan Gunung Jati dan raja pertamanya adalah Hasanuddin
yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati. Semula wilayah ini termasuk bagian
dari Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Banten memiliki hubungan dengan kerajaan
Demak. Hasanuddin menikah dengan putri Sultan Trenggono dan melahirkan dua
orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara.
Dalam
perkembangan selanjutnya, Maulana Yusuf (1570) menggantikan ayahnya untuk
menjadi raja Kerajaan Banten yang kedua sampai dengan tahun 1580. Setelah itu,
dilanjutkan oleh anak Maulana Yusuf (1580-1605), kemudian Abdul Mufakhir, Abu
Mali Ahmad Rahmatullah (1640-1651) dan Abu Fatah Abdulfatah yang lebih dikenal
dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1582). Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa
inilah Kerajaan Banten mengalami puncak kejayaan.
7. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh muncul setelah Malaka
jatuh ke tangan Portugis. Masa kejayaan Kerajaan Aceh tercapai dalam
pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Seni sastranya dalam kebudayaan masyarakat
Aceh dipengaruhi oleh budaya agama Islam. Rakyat Aceh terutama kaum ulamanya
gemar menulis buku kesusastraan. Misalnya, Nuruddin ar-Raniri menulis buku
Bustanus Salatin dan Hamzah Fansuri menulis Syair Perahu, Syair Burung Pingai,
dan Asrar al Arifin. Selain itu, hasil-hasil kebudayaan masyarakat Aceh
dipengaruhi oleh lingkungan alamnya, yaitu sungai dan lautan.Rakyat Aceh pandai
membuat perahu dan kapal-kapal layar. Dengan demikian, tampaklah bahwa
masyarakat kerajaan Aceh dipengaruhi oleh budaya Islam
8. Kerajaan
Gowa-Tallo
Hasil
kebudayaan masyarakat Makasar dipengaruhi oleh lingkungannya yang dikelilingi
lautan. Hasil budaya rakyat Makasar yang paling terkenal adalah perahu
bercadik, yang disebut Korakora. Ciri pertahanan dari kerajaan Makasar adalah
adanya benteng-benteng pertahanan. Sampai sekarang di Makasar masih terdapat
benteng-benteng pertahanan, yaitu benteng Sombaopu dan View Rotterdam. Jadi,
aspek kehidupan budaya rakyat Makkasar lebih bersifat aqraris dan bahari.
9. Kerajaan
Ternate dan Tidore
Pengaruh agama dan budaya Islam di
Maluku (Ternate dan Tidore) belum meluas ke seluruh daerah. Sebabnya, masih
banyak 89 rakyat Maluku yang mempertahankan kepercayaan nenek moyangnya. Hal
tersebut terbukti dari bekas peninggalan-peninggalannya, yakni masjid,
buku-buku tentang Islam, makam-makam yang berpolakan Islam yang ada di Maluku
tidak begitu banyak jumlah- nya. Dengan kata lain hasil-hasil kebudayaan rakyat
Maluku merupakan campuran antara budaya Islam dan pra islam
C. PROSES PENYEBARAN ISLAM DI NUSANTARA
Proses penyebaran Islam di Indonesia berjalan secara
damai. Hal ini terjadi karena penyebaran Islam di Nusantara dilaksanakan
melalui penyesuaian diri dengan adat istiadat pendidika tanpa paksaan dan
kekerasan. Itulah penyebab utama agama Islam mudah diterima oleh masyarakat
Indonesia. Faktor lainnya adalah karena agama Islam mengajarkan persamaan
derajat dan martabat manusia, tidak membeda-bedakan baik jenis kelamin
maupun kedudukan. Uka Tjandra Sasmita,
menyatakan bahwa proses masuknya Islam di Indonesia dilakukan melalui beberapa
cara sebagai berikut:
1.
PERDAGANGAN
Perdagangan merupakan proses pertama Islamisasi di Indonesia. Pada Abad
ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang dari Arab, Persia dan India.
Mereka telah mengambil bagian dari kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal itu,
mengakibatkan adanya jalinan hubungan dagang antara pedagang Indonesia dengan pedagang Islam yang datang dari Arab, Persia
dan India.
Kegiatan berdagang dilaksanakan oleh seluruh umat Islam. Selama melakukan kegiatan
dagang, para pedagang Muslim juga melakukan kegiatan dakwah. Dakwah ini sangat
efektif, karena dakwah itu kemudian diteruskan oleh pedagang Indonesia yang
telah masuk Islam, ketika mereka berdagang ke tempat lain. Sasmita menyatakan banyak
di antara para pedagang Islam yang kemudian tinggal menetap di daerah pesisir
di pulau Jawa dan Sumatera.
2.
PERKAWINAN
Pedagang pada saat itu merupakan
orang yang dihormati dan memiliki kedudukan yang tinggi di tengah masyarakat.
Kondisi ini mengakibatkan penduduk pribumi menginginkan untuk menikahkan
putri-putrinya dengan para pedagang tersebut, dengan terlebih dahulu mereka
diislamkan. Cara ini merupakan langkah efektif, karena dengan pernikahan ini
akan terlahir seorang anak yang muslim juga. Harapan lainnya, dengan pernikahan
akan terbentuk masyarakat sehingga suatu saat dapat terbentuk kerajaan dan
pemerintahan Islam.
Contoh peristiwa pernikahan antara
pedagang Islam dengan penduduk pribumi adalah perkawinan Raden Rakhmat atau
Sunan Ampel dengan Nya Manila, perkawinan Sunan Gunung Djati dengan putri
Kawungaten, perkawinan antara Raja Brawijaya dengan putri Jeumpa yang bergama
Islam yang kemudian berputra Raden Patah yang menjadi Raja Demak.
3. POLITIK
Islamisasi jalur politik dilakukan
secara berkesinambungan antara penguasa dan pemerintahan. Setelah penguasa atau
raja masuk Islam, hampir dapat dipastikan bahwa rakyatnya juga masuk Islam.
Misalnya yang terjadi di Maluku dan Sulawesi. Hal itu terjadi karena masyarakat
memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap pemerintah, dan seorang raja akan
menjadi panutan bahkan menjadi contoh bagi rakyatnya.
Di Jawa proses perkaninan para wali
dan juru dakwah dengan putri-putri keturunan kerajaan, membuat status dakwah
dan penyebaran Islam mendapatkan perlindungan dan berkembang lebih cepat. Setelah
raja dan rakyat memeluk Islam, kepentingan politik dilakukan dengan cara
perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
Misalnya Sultan Demak yang mengirimkan pasukan di bawah komandi Fatahillah
untuk menguasai wilayah Jawa Barat dan menyebarkan Islam di wilayah tersebut.
4.
PENDIDIKAN
Islamisasi jalur pendidikan dilakukan
melalui pendidikan pesantren oleh para guru agama, kiyai dan ulama. Bahkan
banyak diantara para santri itu yang mendirikan dan memiliki pondok pesantren
sendiri.
Tujuan pendidikan di pondok
pesantren adalah untuk mempermudah penyebaran dan pemahaman agama Islam. Contoh
pesantren perintis penyebaran Islam seperti pesantren yang didirikan oleh Raden
Rakhmat di Ample Denta-Surabaya, Pesantren Sunan Giti di Giri. Santri yang
belajar di pesantren tersebut bukan hanya berasal dari lingkungan sekitar, akan
tetapi banyak yang datang dari jauh bahkan dari luar pulau jawa semisal
Kalimantan, Maluku, Makasar dan Sumatera.
5. TASAWUF
Para sufi mengajarkan tasawuf yang
diramu dengan ajaran yang suda h dikenal oleh masyarakat Indonesia. Seorang
sufi biasa dikenal dengan gaya hidup yang penuh kesederhanaan. Seorang sufi
biasa menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah
masyarakat. Para sufi terbiasa membantu masyarakat, diantara mereka ada yang
ahli dalam menyembuhkan penyakit. Selain itu juga aktif menyiarkan dan
mengajarkan ajaran Islam. Diantara para sufi itu yang melakukan islamisasi
dengan pendekatan tasawuf adalah Hamzah Fansuri dari Aceh dan Ki Ageng Pengging
di Jawa.
6. KESENIAN
Islamisasi jalur
kesenian yang paling terkenal adalah dengan cara mengadakan pertunjukan seni
gamelan dan wayang. Cara ini banyak ditemukan di kawasan Yogyakarta, Solo,
Cirebon. Seni wayang, adalah kesenian yang memiliki banyak penggemar pada saat
itu. Dengan mengemas cerita wayang, para ulama menyisipkan ajaran Islam ke
dalamnya sehingga masyarakat dapat dengan mudah menangkap dan memahami ajaran
Islam. Contoh pertunjukan wayang yang dilaskanakan oleh Sunan Kalijaga, dimana
dalam pertunjukannya masyarakat dapat menonton dengan karcis membaca dua
kalimat syahadat.
Kesenian lainnya yang juga berkembang dan menjadi jalur dalam penyebaran Islam adalah seni bangunan, seni rupa (kaligrafi), seni tarik suara, permainan anak-anak.
Kesenian lainnya yang juga berkembang dan menjadi jalur dalam penyebaran Islam adalah seni bangunan, seni rupa (kaligrafi), seni tarik suara, permainan anak-anak.
Selain beberapa cara di atas, ada beberapa faktor yang
menjadi sebab kenapa Islam mudah berkembang di tanah air, yaitu:
- Agama Islam bersifat terbuka sehingga penyiaran dan pengajaran agama Islam dapat dilakukan oleh setiap orang Islam;
- Penyebaran agama Islam dilakukan dengan cara damai;
- Islam tidak mengenal diskriminasi dan tidak membedakan kedudukan seseorang dalam masyarakat;
- Perayaan-perayaan dalam agama Islam dilakukan dengan sederhana;
- Dalam Islam dikenal adanya kewajiban bagi orang yang mampu untuk mengeluarkan zakat. Zakat ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dan kepedulian hidup di masyarakat
D. PENYEBARAN MENURUT WILAYAH
Pada awalnya sejarawan meyakini bahwa Islam menyebar
di masyarakat Nusantara dengan cara yang umumnya berlangsung damai, dan dari
abad ke-14 sampai akhir abad ke-19 Nusantara melihat hampir tidak ada aktivitas
misionaris Muslim terorganisir. Namun klaim ini kemudian dibantah oleh temuan
sejarawan bahwa beberapa bagian dari Jawa, seperti Suku Sunda
di Jawa Barat
dan kerajaan Majapahit
di Jawa Timur
ditaklukkan oleh Muslim Jawa. Kerajaan Hindu-Buddha Sunda Pajajaran
ditaklukkan oleh kaum Muslim di abad ke-16,
sedangkan bagian pesisir-Muslim dan pedalaman Jawa Timur yang Hindu-Buddha
sering berperang. Penyebaran terorganisir Islam juga terbukti dengan adanya Wali Sanga
(sembilan orang suci) yang diakui mempunyai andil besar dalam Islamisasi
Nusantara secara sistematis selama periode ini.
1. Malaka
Didirikan sekitar awal abad ke-15 , negara perdagangan Melayu Kesultanan Malaka (sekarang bagian Malaysia) didirikan oleh Sultan Parameswara, adalah, sebagai pusat perdagangan paling penting di kepulauan Asia Tenggara, pusat kedatangan Muslim asing, dan dengan demikian muncul sebagai pendukung penyebaran Islam di Nusantara. Parameswara sendiiri diketahui telah dikonversi ke Islam, dan mengambil nama Iskandar Shah setelah kedatangan Laksamana Cheng Ho yang merupakan Suku Hui muslim dari negeri China. Di Malaka dan di tempat lain batu-batu nisan bertahan dan menunjukkan tidak hanya penyebaran Islam di kepulauan Melayu, tetapi juga sebagai agama dari sejumlah budaya dan penguasa mereka pada akhir abad ke-15.
2. Sumatera Utara
Bukti yang lebih kuat mendokumentasikan transisi budaya yang berlanjut berasal dari dua batu nisan akhir abad ke-14 dari Minye Tujoh di Sumatera Utara, masing-masing dengan tulisan Islam tetapi dengan jenis karakter India dan lainnya Arab. Berasal dari abad ke-14, batu nisan di Brunei, Trengganu (timur laut Malaysia) dan Jawa Timur adalah bukti penyebaran Islam. Batu Trengganu memiliki dominasi bahasa Sansekerta atas kata-kata Arab, menunjukkan representasi pengenalan hukum Islam. Menurut Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra (1433) yang ditulis oleh Ma Huan, pencatat sejarah dan penerjemah Cheng Ho: "negara-negara utama di bagian utara Sumatra sudah merupakan Kesultanan Islam. Pada tahun 1414, ia (Cheng Ho) mengunjungi Kesultanan Malaka, penguasanya Iskandar Shah adalah Muslim dan juga warganya, dan mereka percaya dengan sangat taat".
Pembentukan
kerajaan-kerajaan Islam lebih lanjut di Utara pulau Sumatera didokumentasikan
oleh kuburan-kuburan akhir abad ke-15 dan ke-16 termasuk sultan pertama dan
kedua Kesultanan Pedir (sekarang
Pidie),
Muzaffar Syah, dimakamkan
902 H (1497 M) dan Ma'ruf Syah, dimakamkan
917 H (1511 M). Kesultanan Aceh didirikan pada awal abad ke-16
dan kemudian akan menjadi negara yang paling kuat di utara Pulau Sumatra dan
salah satu yang paling kuat di seluruh kepulauan Melayu. Sultan pertama
Kesultanan Aceh adalah Ali Mughayat Syah yang nisannya bertanggal
tahun 936 H (1530 M).
Buku ahli
pengobatan Portugis
Tome Pires
yang mendokumentasikan pengamatannya atas Jawa dan Sumatera dari kunjungannya
tahun 1512-1515, dianggap salah satu sumber yang paling penting tentang
penyebaran Islam di Nusantara. Pada saat tersebut, menurut Piers, kebanyakan
raja di Sumatera adalah Muslim, dari Aceh dan ke selatan sepanjang pantai timur
ke Palembang,
para penguasanya adalah Muslim, sementara sisi selatan Palembang dan di sekitar
ujung selatan Sumatera dan ke pantai barat, sebagian besar bukan. Di kerajaan
lain Sumatera, seperti Pasai dan Minangkabau
penguasanya adalah Muslim meskipun pada tahap itu warga mereka dan orang-orang
di daerah tetangga bukan. Bagaimanapun, dilaporkan oleh Pires bahwa agama Islam
terus memperoleh penganut baru.
Setelah kedatangan rombongan kolonial Portugis
dan ketegangan yang mengikuti tentang kekuasaan atas perdagangan rempah-rempah, Sultan Aceh
Alauddin al-Kahar (1539-1571) mengirimkan
dutanya ke Sultan Kesultanan Utsmaniyah, Suleiman I
tahun 1564, meminta dukungan Utsmaniyah melawan Kekaisaran Portugis. Dinasti Utsmani kemudian
dikirim laksamana mereka, Kurtoğlu Hızır Reis. Dia kemudian berlayar
dengan kekuatan 22 kapal membawa tentara,
peralatan militer dan perlengkapan lainnya. Menurut laporan yang ditulis oleh
Laksamana Portugis Fernão Mendes Pinto,
armada Utsmaniyah yang pertama kali tiba di Aceh terdiri dari beberapa
orang Turki
dan kebanyakan Muslim
dari pelabuhan Samudera Hindia.
3. Jawa Tengah dan Jawa Timur
Prasasti-prasasti
dalam aksara Jawa Kuno,
bukan bahasa Arab, ditemukan pada banyak serangkaian batu nisan bertanggal
sampai 1369 M di Jawa Timur, menunjukkan bahwa mereka hampir
pasti adalah Jawa
pribumi, bukan Muslim asing. Karena dekorasi rumit dan kedekatan dengan lokasi
bekas ibukota kerajaan Hindu-Buddha Majapahit,
Louis-Charles Damais (peneliti dan
sejarawan) menyimpulkan bahwa makam ini adalah makam orang-orang Jawa pribumi
yang sangat terhormat, bahkan mungkin keluarga kerajaan.[8]
Hal ini menunjukkan bahwa beberapa elit Kerajaan Majapahit di Jawa telah
memeluk Islam pada saat Majapahit yang merupakan Kerajaan Hindu-Buddha berada
di puncak kejayaannya.
Ricklefs
(1991) berpendapat bahwa batu-batu nisan Jawa timur ini, berlokasi dan
bertanggal di wilayah non-pesisir Majapahit, meragukan pandangan lama bahwa
Islam di Jawa berasal dari pantai dan mewakili oposisi politik dan agama untuk
kerajaan Majapahit. Sebagai sebuah kerajaan dengan kontak politik dan
perdagangan yang luas, Majapahit hampir pasti telah melakukan kontak dengan
para pedagang Muslim, namun kemungkinan adanya abdi dalem keraton yang
berpengalaman untuk tertarik pada agama kasta pedagang
masih sebatas dugaan. Sebaliknya, guru Sufi-Islam yang dipengaruhi mistisisme
dan mungkin mengklaim mempunyai kekuatan gaib, lebih mungkin untuk diduga
sebagai agen konversi agama para elit istana Jawa yang sudah lama akrab dengan
aspek mistisisme Hindu dan Buddha.
Pada awal
abad ke-16, Jawa Tengah dan Jawa Timur, daerah di mana suku Jawa
hidup, masih dikuasai oleh raja Hindu-Buddha yang tinggal di pedalaman Jawa
Timur di Daha
(sekarang Kediri).
Namun daerah pesisir seperti Surabaya, telah ter-Islamisasi dan sering berperang dengan
daerah pedalaman, kecuali Tuban, yang tetap setia kepada raja Hindu-Buddha. Beberapa
wilayah di pesisir tersebut adalah wilayah penguasa Jawa yang telah berkonversi
ke Islam, atau wilayah Tionghoa Muslim, India, Arab dan Melayu
yang menetap dan mendirikan negara perdagangan mereka di pantai. Menurut Pires,
para pemukim asing dan keturunan mereka tersebut begitu mengagumi budaya Hindu-Buddha
Jawa sehingga mereka meniru gaya tersebut dan dengan demikian mereka menjadi
"Jawa". Perang antara Muslim-pantai dan Hindu-Buddha-pedalaman ini
juga terus berlanjut lama setelah jatuhnya Majapahit oleh Kesultanan
Demak, bahkan permusuhan ini juga terus berlanjut lama setelah kedua
wilayah tersebut mengadopsi Islam.
Kapan
orang-orang di pantai utara Jawa memeluk Islam tidaklah jelas. Muslim Tionghoa,
Ma Huan,
utusan Kaisar Yongle,[4]
mengunjungi pantai Jawa pada 1416 dan melaporkan dalam bukunya, Ying-yai Sheng-lan:
survei umum pantai samudra (1433), bahwa hanya ada tiga jenis orang di
Jawa: Muslim dari wilayah barat Nusantara, Tionghoa (beberapa adalah Muslim)
dan Jawa yang bukan Muslim.[9]
Karena batu-batu nisan Jawa Timur adalah dari Muslim Jawa lima puluh tahun
sebelumnya, laporan Ma Huan menunjukkan bahwa Islam mungkin memang telah
diadopsi oleh sebagian abdi dalem istana Jawa sebelum orang Jawa pesisir.
Sebuah nisan
Muslim bertanggal 822 H (1419 M) ditemukan di Gresik,
pelabuhan di Jawa Timur dan menandai makam Maulana Malik Ibrahim. Namun bagaimanapun,
dia adalah orang asing non-Jawa, dan batu nisannya tidak memberikan bukti
konversi pesisir Jawa. Namun Malik Ibrahim, menurut tradisi Jawa adalah salah
satu dari sembilan rasul Islam di Jawa (disebut Wali Sanga)
meskipun tidak ada bukti tertulis ditemukan tentang tradisi ini. Pada abad
ke-15-an, Kerajaan Majapahit yang kuat di Jawa berada di
penurunan. Setelah dikalahkan dalam beberapa pertempuran, kerajaan Hindu terakhir di Jawa
jatuh di bawah meningkatnya kekuatan Kesultanan
Demak pada tahun 1520.
4. Jawa Barat
Suma Oriental
("Dunia Timur") yang ditulis Tome Pires
melaporkan juga bahwa Suku Sunda di Jawa Barat
bukanlah Muslim di zamannya, dan memang memusuhi Islam.[1]
Sebuah penaklukan oleh Muslim di daerah ini terjadi pada abad ke-16. Dalam
studinya tentang Kesultanan Banten, Martin van Bruinessen berfokus pada
hubungan antara mistik dan keluarga kerajaan, mengkontraskan bahwa proses
Islamisasi dengan yang yang berlaku di tempat lain di Pulau Jawa: "Dalam
kasus Banten, sumber-sumber pribumi mengasosiasikan "tarekat"
tidak dengan perdagangan dan pedagang, tetapi dengan raja, kekuatan magis dan
legitimasi politik."[10]
Ia menyajikan bukti bahwa Sunan
Gunungjati diinisiasi ke dalam aliran "Kubra", "Shattari", dan "Naqsyabandiyah" dari sufisme.
5. Daerah lain
Tidak ada
bukti dari penerapan Islam oleh orang Nusantara sebelum abad ke-16 di daerah
luar Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Kesultanan Ternate dan Tidore
di Maluku, dan Kesultanan
Brunei dan Semenanjung Melayu.
DAFTAR PUSTAKA
Umar. (2012). Sejarah Perkembangan Islam
di Nusantara. [ONLINE]. Tersedia di: http://umarohsiti80.blogspot.com/2012/12/sejarah-perkembangan-islam-di-nusantara.html
(03 Oktober 2013)
(Tn). 2013. Pendidikan Agama Islam.
[ONLINE]. Tersedia di: http://siapbelajar.com/wp-content/uploads/2013/03/3_P.Agama-Islam-Kelas-9.pdf
(03 Oktober 2013)
(Tn). 2013. Kerajaan Islam di Nusantara.
[ONLINE]. Tersedia di: http://www.sibarasok.info/2013/04/kerajaan-islam-di-indonesia-dan.html
(03 Oktober 2013)
(Tn). (Tt). Penyebaran Islam di
Nusantara. [ONLINE]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Penyebaran_Islam_di_Nusantara
(03 Oktober 2013)
(Tn). 2013. Sejarah Perkembangan Islam. [ONLINE].
Tersedia di: http://ukhuwahislah.blogspot.com/2013/06/makalah-sejarah-perkembangan-islam-di_7436.html
(03 Oktober 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar